Sudah lebih dari dua dekade penerbit yang ada di Sumatra Barat tidak lagi memainkan perannya sebagai penerbit buku. Apalagi penerbit yang bergerak di bidang buku pelajaran. Mereka sekarang hanya sebagai penonton. Buku-buku pelajaran yang beredar di daerah ini didominasi oleh penerbit luar yang datang dari Pulau Jawa. Kalau pun masih ada yang menerbit buku pelajaran hanya sebatas buku pelajaran dengan muatan lokal, seperti bidang studi IPS dan buku pelajaran Agama.
Kondisi seperti ini sepertinya tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah yang semestinya ikut bertanggungjawab dalam mengembangkan usaha penerbitan di daerahnya. Padahal sampai di akhir tahun ’70-an penerbit kita mampu mendistribusikan bukunya sampai ke Pulau Jawa. Berkembangnya usaha penerbitan buku di daerah ini dapat menghidupkan sektor-sektor lain seperti industri percetakan yang dapat menampung tenaga kerja sebanyak-banyaknya.
Yang jelas, dampak yang kita rasakan sampai saat ini boleh dikatakan tidak ada pertumbuhan penerbitan buku di Sumatra Barat. Artinya kreatif para penulis kita tidak ada sama sekali atau tidak tersalurkan karena tidak ada penerbit yang mampu untuk menerbitkan karya tulis mereka.
Moga-moga keadaan ini tidak dibiarkan saja. Pemda Sumatra Barat harus turun tangan membantu para penerbit yang masih bertahan sampai sekarang. Setidak-tidaknya buku-buku yang sudah mereka terbitkan yang dinilai baik dibeli untuk melengkapi perpustakaan-perpustakaan yang ada. Dengan demikian dana yang diterima oleh penerbit akan digunakan lagi buat menerbitkan buku-buku baru sehingga akan membuka peluang bagi penulis yang ada di daerah ini. Demikian juga industri percetakan akan dapat menerima order dari penerbit untuk mencetak buku-buku yang mereka terbitkan.Kebijaksanaan Mendiknas tentang buku elektronik memperparah kondisi penerbit daerah ini meskipun kepada penerbit diberikan kesempatan untuk memproduksi buku-buku tersebut. Namun setelah dikalkulasikan, harga tertinggi yang telah ditetapkan oleh Depdiknas tidak bisa menutupi biaya produksi bila buku-buku tersebut dicetak di daerah. Kondisi ini membuat penerbit yang ada di Sumatra Barat makin tenggelam.
H. Arfizal Indramaharaja
Ketua Ikapi Daerah Sumatra Barat
Jumat, 21 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar