Jumat, 21 November 2008

Kaba Cindua Mato

Sinopsis:
Kaba Klasik Minangkabau
CINDUA MATO

Judul buku: Cindua Mato
Logat Minang
192 halaman, kertas HVS, ukuran: 11x16 cm.
Penerbit: Penerbit Buku Alam Minangkabau Kristal Multimedia
Alamat penerbit: Jln. Mangga No.5 Tangah Jua, Bukittinggi Sumatera Barat
Telp./Fax: 0752-33768
E-mail: indramaharaja@yahoo.com


Rajo Mudo, raja Sikalawi memutuskan pertunangan anaknya Puti Bungsu dengan Dang Tuanku. Ia mendapat kabar bahwa Dang Tuanku telah menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi dan telah diusir dari istana Pagaruyuang.
Lalu Rajo Mudo berniat akan menjodohkan Puti Bungsu dengan Rajo Imbang Jayo anak dari Rajo Tiang Bungkuak. Rencana Rajo Mudo ini sampai juga kabarnya ke Pagaruyuang. Kalangan Ustano Pagaruyuang mengutus Cindua Mato ke Sikalawi membawa kerbau Si Binuang sebagai hantaran atas perkawinan Puti Bungsu dengan Rajo Imbang Jayo.
Diceritakan oleh pengarangnya, dalam perjalanannya menuju nagari Sikalawi itu Cindua Mato dihadang oleh gerombolan perampok di Bukit Tambun Tulang. Bagaimana sikap Rajo Mudo mendengar kedatangan Cindua Mato yang disangkanya Dang Tuanku, dan bagaimana marahnya Rajo Mudo serta Rajo Imbang Jayo setelah mengetahui bahwa Cindua Mato dan Puti Bungsu hilang setelah terjadi kekalutan di Sikalawi.
Kedatangan Cindua Mato bersama Puti Bungsu di Padang Gantiang membuat gempar kalangan Ustano Pagaruyuang. Mereka tidak dapat menerima keadaan ini. Cindua Mato didakwa telah melarikan Puti Bungsu dan telah mempermalukan Pagaruyuang. Bundo Kanduang dan Basa Ampek Balai sepakat akan memberikan hukuman kepada Cindua Mato. Namun tidak ada kesepakatan apakah perbuatan Cindua Mato tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum adat. Sehingga Dang Tuanku memutuskan:
Utang ameh dibayia ameh
Utang nyawo dibayia nyawo
Utang malu dibayia jo malu
Mahimbau mangko manyahuik
Batanyo mangko dijawab.
Hilangnya Puti Bungsu dari Sikalawi membuat berang Rajo Imbang Jayo. Bersama ribuan balatentaranya ia menuju Pagaruyuang. Dalam perjalanannya itu ia dihadang oleh para penyamun di Bukit Tambun Tulang. Akibatnya banyak rakyatnya yang mati. Sampai di Tabek Patah ia pun dihadang oleh Cindua Mato. Dalam peperangan itu Cindua Mato, kuda Si Gumarang dan kerbau Si Binuang mengamuk sejadi-jadinya sehingga Rajo Imbang Jayo dengan rakyatnya mengambil langkah seribu. Mereka lari terbirit-birit menyelamatkan diri dan akhirnya sampai ke Padang Gantiang. Di Padang Gantiang ini Rajo Imbang Jayo dihukum mati oleh Rajo Duo Selo karena kesalahannya menggaji para penyamun di Bukit Tambun Tulang.
Berita kematian Rajo Imbang Jayo sampai pula ke telinga bapaknya Rajo Tiang Bungkuak. Alangkah marahnya Tiang Bungkuak. Ia pun segera ke Pagaruyuang untuk menuntut balas atas kematian anaknya Rajo Imbang Jayo. Maka terjadilah peperangan. Dubalang lawan dubalang, pangulu lawan pangulu, pegawai lawan pegawai, dan Tiang Bungkuak berhadapan dengan Cindua Mato.
Dalam perkelahian itu tidak ada yang kalah. Keduanya sama-sama sakti dan kebal terhadap senjata apapun. Akhirnya Cindua Mato menyerahkan diri kepada Tiang Bungkuak atas pertimbangan untuk memperkecil bencana yang mungkin akan menimpa rakyat Pagaruyuang. Ia pun dibawa ke Sungai Ngiang menjadi budak Tiang Bungkuak. Dalam satu kesempatan ia berhasil mengetahui di mana kelemahan Tiang Bungkuak. Tiang Bungkuak hanya bisa terbunuh dengan sebilah keris yang disimpannya di atas tonggak bungkuk. Dengan keris itulah Cindua Mato berhasil membunuh Tiang Bungkuak dalam suatu pertarungan yang disaksikan oleh Rajo Mudo dan permaisurinya serta rakyat Tiang Bungkuak.
Kematian Rajo Tiang Bungkuak membuat rakyatnya bergembira. Mereka lalu mengangkat Cindua Mato sebagai raja Sungai Ngiang menggantikan Rajo Tiang Bungkuak. Rakyat Sungai Ngiang merasa senang mendapat seorang raja yang adil lagi bijaksana.
Beberapa lama kemudian Cindua Mato kembali ke Pagaruyuang. Ia disambut Bundo Kanduang dan Dang Tuanku dengan penuh sukacita. Semua bersyukur ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa karena sudah terlepas dari marabahaya, sudah bebas dari sebuah bencana, dan sudah berhasil terhindar dari rasa malu.
Lalu diadakan pesta besar di Pagaruyuang. Dang Tuanku dinikahkan dengan Puti Bungsu. Cindua Mato dinikahkan dengan Puti Lenggogeni sekaligus ia diangkat menjadi raja Pagaruyuang menggantikan Dang Tuanku. Perhelatan ini dilaksanakan siang malam selama satu bulan. Dihadiri oleh para pembesar dan orang yang patut. Rakyat pun bersukaria. Bermacam-macam permainan anak-anak muda. Ada yang menari tari piring, ada yang meniup salung dan memainkan talempong serta rabab dan kucapi. Mana yang lapar makan juga, mana yang haus minum pula.
Selanjutnya pengarang menceritakan kepergian Bundo Kanduang, Dang Tuanku dan Puti Bungsu meninggalkan Ustano Pagaruyuang. Mereka dijemput oleh perahu yang datang dari langit. Ketiganya hilang lenyap dibawa perahu itu entah ke mana. Tinggallah Cindua Mato memerintah Alam Minangkabau ini. Hidup damai bersama seluruh keluarga dan keturunannya.

Tidak ada komentar: